Thursday, August 30, 2018
Tuesday, August 28, 2018
Sayyidina Ali bin Abi Talib berkata
Simpan rahsiamu berdua sahaja:
1. Dirimu
2. Allah swt
Jagalah di dunia ini dua keredhaan:
1. Ibumu
2. Bapamu
Mohonlah bantuan ketika susah dengan dua perkara:
1. Sabar
2. Solat
Jangan risau dua perkara ini:
1. Rezeki
2. Ajal
Kerana keduanya berada di bawah kekuasaan Allah swt.
Dua perkara yg tak perlu diingati selamanya:
1. Kebaikanmu terhadap org lain.
2. Kesalahan org lain terhadapmu.
Dua perkara yang jangan dilupakan selamanya:
1. Allah swt
2. Alam Akhirat
Empat orang ini janganlah engkau Jauhi:
1. Ibumu
2. Ayahmu
3. Saudara lelakimu
4. Saudara perempuanmu
Empat perkara ini hendaknya kamu berlindung daripadanya:
1. Buntu ( fikiran)
2. Sedih
3. Lemah
4. Kedekut
Empat orang ini janganlah kamu kasar kepada mereka :
1. Yatim
2. Miskin
3. Fakir
4. Orang Sakit
Empat perkara yang memperindah dirimu :
1. Sabar
2. Tabah
3. Tinggi ilmu (spiritual & Fizikal)
4. Dermawan
Empat orang yang hendaknya kamu dekati :
1. Orang yg Ikhlas
2. Orang yg setia
3. Orang yg Dermawan
4. Orang yg jujur
Empat orang yg hendaknya jangan kamu jadikan teman:
1. Tukang bohong
2. Tukang curi/rasuah
3. Tukang Hasut
4. Tukang Adu domba
Empat orang ini jangan sampai kamu tahan kedermawananmu terhadap mereka:
1. Isterimu
2. anak2 mu
3. Keluargamu
4. Sahabatmu
Empat hal yg hendaknya kamu Kurangi:
1. Makan
2. Tidur
3. Malas
4. Bicara berlebih2an/gosip
Empat hal yang jangan kamu putus :
1. Sholat
2. Qur'an
3. Zikir
4. Silaturrahim
1. Dirimu
2. Allah swt
Jagalah di dunia ini dua keredhaan:
1. Ibumu
2. Bapamu
Mohonlah bantuan ketika susah dengan dua perkara:
1. Sabar
2. Solat
Jangan risau dua perkara ini:
1. Rezeki
2. Ajal
Kerana keduanya berada di bawah kekuasaan Allah swt.
Dua perkara yg tak perlu diingati selamanya:
1. Kebaikanmu terhadap org lain.
2. Kesalahan org lain terhadapmu.
Dua perkara yang jangan dilupakan selamanya:
1. Allah swt
2. Alam Akhirat
Empat orang ini janganlah engkau Jauhi:
1. Ibumu
2. Ayahmu
3. Saudara lelakimu
4. Saudara perempuanmu
Empat perkara ini hendaknya kamu berlindung daripadanya:
1. Buntu ( fikiran)
2. Sedih
3. Lemah
4. Kedekut
Empat orang ini janganlah kamu kasar kepada mereka :
1. Yatim
2. Miskin
3. Fakir
4. Orang Sakit
Empat perkara yang memperindah dirimu :
1. Sabar
2. Tabah
3. Tinggi ilmu (spiritual & Fizikal)
4. Dermawan
Empat orang yang hendaknya kamu dekati :
1. Orang yg Ikhlas
2. Orang yg setia
3. Orang yg Dermawan
4. Orang yg jujur
Empat orang yg hendaknya jangan kamu jadikan teman:
1. Tukang bohong
2. Tukang curi/rasuah
3. Tukang Hasut
4. Tukang Adu domba
Empat orang ini jangan sampai kamu tahan kedermawananmu terhadap mereka:
1. Isterimu
2. anak2 mu
3. Keluargamu
4. Sahabatmu
Empat hal yg hendaknya kamu Kurangi:
1. Makan
2. Tidur
3. Malas
4. Bicara berlebih2an/gosip
Empat hal yang jangan kamu putus :
1. Sholat
2. Qur'an
3. Zikir
4. Silaturrahim
Friday, August 24, 2018
Tuesday, August 21, 2018
Friday, August 17, 2018
'Disorder in the American Courts' extract
These are from a book called 'Disorder in the American Courts' and are things people actually said in Court, word for word, taken down and now published by Court reporters that had the torment of staying calm while these exchanges were actually taking place.
__________
ATTORNEY: Now doctor, isn't it true that when a person dies in his sleep, he doesn't know about it until the next morning?
WITNESS : Did you actually pass the law exam?
__________
ATTORNEY : The youngest son, the twenty-year-old, how old is he?
WITNESS : He's twenty, much like your IQ.
_________
ATTORNEY : Were you present when your picture was taken?
WITNESS : Are you serious.
__________
ATTORNEY: She had three children, right?
WITNESS : Yes.
ATTORNEY : How many were boys?
WITNESS : None.
ATTORNEY : Were there any girls?
WITNESS : Your Honour, I think I need a different attorney. Can I get a new attorney?
__________
ATTORNEY : How was your first marriage terminated?
WITNESS : By death.
ATTORNEY : And by whose death was it terminated?
WITNESS : Take a guess.
__________
ATTORNEY : Can you describe the individual?
WITNESS : He was about medium height and had a beard.
ATTORNEY : Was this a male or a female?
WITNESS : Unless the Circus was in town, I'm going with male.
__________
ATTORNEY : Doctor, how many of your autopsies have you performed on dead people?
WITNESS : All of them. The live ones put up too much of a fight.
__________
ATTORNEY: Do you recall the time that you examined the body?
WITNESS : The autopsy started around 8:30 p.m.
ATTORNEY : And Mr. Denton was dead at the time?
WITNESS : If not, he was by the time I finished.
__________
And the best for the last..
ATTORNEY: Doctor, before you performed the autopsy, did you check for a pulse?
WITNESS : No.
ATTORNEY : Did you check for blood pressure?
WITNESS : No.
ATTORNEY : Did you check for breathing?
WITNESS : No.
ATTORNEY : So, then it is possible that the patient was alive when you began the autopsy?
WITNESS : No.
ATTORNEY : How can you be so sure, Doctor?
WITNESS : Because his brain was sitting on my desk in a jar.
ATTORNEY : But could the patient have still been alive?
WITNESS: Yes, it is possible that he could have been alive and practicing law
__________
ATTORNEY: Now doctor, isn't it true that when a person dies in his sleep, he doesn't know about it until the next morning?
WITNESS : Did you actually pass the law exam?
__________
ATTORNEY : The youngest son, the twenty-year-old, how old is he?
WITNESS : He's twenty, much like your IQ.
_________
ATTORNEY : Were you present when your picture was taken?
WITNESS : Are you serious.
__________
ATTORNEY: She had three children, right?
WITNESS : Yes.
ATTORNEY : How many were boys?
WITNESS : None.
ATTORNEY : Were there any girls?
WITNESS : Your Honour, I think I need a different attorney. Can I get a new attorney?
__________
ATTORNEY : How was your first marriage terminated?
WITNESS : By death.
ATTORNEY : And by whose death was it terminated?
WITNESS : Take a guess.
__________
ATTORNEY : Can you describe the individual?
WITNESS : He was about medium height and had a beard.
ATTORNEY : Was this a male or a female?
WITNESS : Unless the Circus was in town, I'm going with male.
__________
ATTORNEY : Doctor, how many of your autopsies have you performed on dead people?
WITNESS : All of them. The live ones put up too much of a fight.
__________
ATTORNEY: Do you recall the time that you examined the body?
WITNESS : The autopsy started around 8:30 p.m.
ATTORNEY : And Mr. Denton was dead at the time?
WITNESS : If not, he was by the time I finished.
__________
And the best for the last..
ATTORNEY: Doctor, before you performed the autopsy, did you check for a pulse?
WITNESS : No.
ATTORNEY : Did you check for blood pressure?
WITNESS : No.
ATTORNEY : Did you check for breathing?
WITNESS : No.
ATTORNEY : So, then it is possible that the patient was alive when you began the autopsy?
WITNESS : No.
ATTORNEY : How can you be so sure, Doctor?
WITNESS : Because his brain was sitting on my desk in a jar.
ATTORNEY : But could the patient have still been alive?
WITNESS: Yes, it is possible that he could have been alive and practicing law
Wednesday, August 15, 2018
Buat seorang tua, Permata Malaysia
Dari mataku,
seorang rakyat biasa,
Melihat seorang tua,
Yang telah habis zamannya,
Masa kegemilangannya,
Telah diam dan tidur,
Namun dikejut dari lenanya,
Melihat jatuh permata hatinya,
Negaranya,
Malaysia.
Dari mataku,
Aku melihat seorang tua,
Terjun ke dalam lumpur,
Mengotorkan dirinya,
Dihina dan dicaci setiap hari,
Walau sebenarnya,
dia mampu untuk diam,
Menikmati hari-hari tuanya,
Dia tetap bangkit,
Berjuang demi kekasihnya,
Negaranya,
Malaysia.
Andai satu hari,
Anak cucuku bertanya,
Siapakah wira terhebat Malaysia,
Dengan bangga aku katakan,
Dia insan luar biasa,
Seorang tua di umur 93,
Yang berjuang di usia senjanya,
Demi negaranya,
Malaysia.
Hari ini,
Satu nama yang akan kekal terpahat,
Dalam hati setiap rakyat Malaysia,
Kau telah buktikan,
Negara ini bukan milik sesiapa,
Ia milik kita semua,
Maruah kami rakyat Malaysia,
tak akan boleh dijual beli.
Terima kasih,
Dari seorang rakyat biasa,
Dengan penuh rasa hormat,
Buat seorang tua,
Permata Malaysia,
Tun Dr Mahathir Bin Mohamad
seorang rakyat biasa,
Melihat seorang tua,
Yang telah habis zamannya,
Masa kegemilangannya,
Telah diam dan tidur,
Namun dikejut dari lenanya,
Melihat jatuh permata hatinya,
Negaranya,
Malaysia.
Dari mataku,
Aku melihat seorang tua,
Terjun ke dalam lumpur,
Mengotorkan dirinya,
Dihina dan dicaci setiap hari,
Walau sebenarnya,
dia mampu untuk diam,
Menikmati hari-hari tuanya,
Dia tetap bangkit,
Berjuang demi kekasihnya,
Negaranya,
Malaysia.
Andai satu hari,
Anak cucuku bertanya,
Siapakah wira terhebat Malaysia,
Dengan bangga aku katakan,
Dia insan luar biasa,
Seorang tua di umur 93,
Yang berjuang di usia senjanya,
Demi negaranya,
Malaysia.
Hari ini,
Satu nama yang akan kekal terpahat,
Dalam hati setiap rakyat Malaysia,
Kau telah buktikan,
Negara ini bukan milik sesiapa,
Ia milik kita semua,
Maruah kami rakyat Malaysia,
tak akan boleh dijual beli.
Terima kasih,
Dari seorang rakyat biasa,
Dengan penuh rasa hormat,
Buat seorang tua,
Permata Malaysia,
Tun Dr Mahathir Bin Mohamad
Labels:
Malaysia,
Personality,
Poem,
Politics
Tuesday, August 14, 2018
Friday, August 10, 2018
TAZKIRAH YANG TERINDAH
Jangan melihat seseorang dari masa lalunya. Berilah kesempatan seseorang untuk berubah. Kerana seseorang yang hampir membunuh Rasul pun kini terbaring disebelah makam iaitu Saidina Umar Al Khattab.
Jangan melihat seseorang dari masa lalunya. Seseorang yang pernah berperang melawan agama Allah pun akhirnya menjadi pedang Allah (saifullah) iaitu Saidina Khalid Ibnu Walid.
Jangan menilai orang dari rupanya. Kerana Rasulullah saw melihat si pendek tak menawan iaitu sahabat beliau Saidina Julaybib r.a dikejar-kejar oleh para bidadari Syurga.
Jangan memandang orang dari status dan hartanya. Kerana kasut emas fir'aun pun berada di neraka, sedangkan selipar lusuh Saidina Bilal bin Rabah kedengaran langkahnya di Syurga.
MARI KITA RENUNG RENUNGKAN
------------------------------------------------------
Apakah Kepunyaan Kita Wahai Saudaraku..
✔Lahirmu : Dilahirkan oleh orang lain
✔Namamu : Dinamakan oleh orang lain
✔Pelajaranmu : Diajar oleh orang lain
✔Pendapatanmu : Diberikan oleh orang lain
✔Hormat : Diberi oleh orang lain
✔Mandian pertama dan terakhir : Dimandikan oleh orang lain
✔Selepas mati : Segala harta dan hakmu diambil oleh orang lain
✔Pengkebumianmu : Dibuat oleh orang lain
Terasa amat hairan kerana masih ada ego dan keras di hati kita kerana kita sebenarnya tidak punya apa-apa dan juga tiada daya tanpa izin-Nya.
Begitulah Kita Semua ..
(Dipetik daripada facebook Bahagian Dakwah, Jakim)
Jangan melihat seseorang dari masa lalunya. Seseorang yang pernah berperang melawan agama Allah pun akhirnya menjadi pedang Allah (saifullah) iaitu Saidina Khalid Ibnu Walid.
Jangan menilai orang dari rupanya. Kerana Rasulullah saw melihat si pendek tak menawan iaitu sahabat beliau Saidina Julaybib r.a dikejar-kejar oleh para bidadari Syurga.
Jangan memandang orang dari status dan hartanya. Kerana kasut emas fir'aun pun berada di neraka, sedangkan selipar lusuh Saidina Bilal bin Rabah kedengaran langkahnya di Syurga.
MARI KITA RENUNG RENUNGKAN
------------------------------------------------------
Apakah Kepunyaan Kita Wahai Saudaraku..
✔Lahirmu : Dilahirkan oleh orang lain
✔Namamu : Dinamakan oleh orang lain
✔Pelajaranmu : Diajar oleh orang lain
✔Pendapatanmu : Diberikan oleh orang lain
✔Hormat : Diberi oleh orang lain
✔Mandian pertama dan terakhir : Dimandikan oleh orang lain
✔Selepas mati : Segala harta dan hakmu diambil oleh orang lain
✔Pengkebumianmu : Dibuat oleh orang lain
Terasa amat hairan kerana masih ada ego dan keras di hati kita kerana kita sebenarnya tidak punya apa-apa dan juga tiada daya tanpa izin-Nya.
Begitulah Kita Semua ..
(Dipetik daripada facebook Bahagian Dakwah, Jakim)
Tuesday, August 7, 2018
Saturday, August 4, 2018
DAKWAH ITU PADA AKHLAK BUKAN MENGHUKUM ORANG LAIN
Pada suatu malam, rumah seorang lelaki kaya dimasuki perompak. Banyak hartanya yang hilang dan ahli keluarganya dicederakan, namun masih selamat.
Keesokan hari, seorang 'ustaz' datang menziarahinya. "Mungkin ini adalah balasan atas dosa-dosa kamu. Orang berharta sering lalai dengan hartanya, tidak membayar zakat, tidak mahu bersedekah, tidak memandang mereka yang fakir, kedekut dan asyik mengejar kekayaan. Tuhan mahu membersihkan harta-harta kamu. Dosa apa yang sudah kamu lakukan sehingga Tuhan membalasmu begini sekali? Bertaubatlah dan berhentilah melakukan dosa itu."
Orang kaya yang sedang bersedih itu bertambah sedih. Dia hanya mendiamkan diri dan tidak henti beristghfar sesungguh hati.
Apa yang si 'ustaz' tidak tahu ialah si kaya itu seorang yang dermawan, cuma dia tidak menghebahkannya. Dia membantu dan membangunkan sebuah perkampungan yang para penduduknya lebih dhaif dan susah. Dia juga membinakan masjid untuk mereka. Banyak lagi kebaikan dan ibadah lain yang dilakukan oleh si kaya tanpa memberitahu sesiapa mengenai aktivitinya itu termasuk kepada pembantu dan rakan-rakannya.
Si kaya hanya memberitahu beberapa aktiviti kebajikan dan sedekah yang dilakukannya kepada penduduk kampungnya sendiri. Penduduk kampungnya pula tidak sedhaif penduduk kampung yang dibantunya. Masjid di kampungnya besar dan dibangunkan atas derma ramai orang kaya di kampungnya juga. Ya, dia menderma sedikit sahaja. Itu pun kerana mahu menjaga hubungan baik dengan penduduk kampungnya.
Selesai men-tazkirah-kan si kaya, si 'ustaz' pulang ke rumah dengan perasaan 'tenang' kerana sudah menjalankan 'tanggungjawabnya untuk berdakwah' dan 'menyampaikan'.
Beberapa hari selepas itu, perompak yang merompak rumah si kaya berjaya ditangkap. Semua harta yang dirompak berjaya ditemui semula dan dikembalikan kepada si kaya. Ahli keluarganya juga sudah semakin sihat.
Si kaya meraikan kesyukurannya dengan mengadakan jamuan besar-besaran dan menjemput semua penduduk kampung. Dia juga mengadakan jamuan di perkampungan yang dibantunya.
"Syukurlah kamu sudah insaf," kata si 'ustaz' kepada si kaya.
"Terima kasih, ustaz, kerana mengingatkan aku," kata si kaya sambil tersenyum.
"Tak apa. Sudah menjadi tugas aku untuk 'berdakwah'," jawab si 'ustaz'.
Malam itu, rumah si 'ustaz' terbakar ketika mereka sekeluarga sedang tidur. Rumahnya habis hangus menjadi abu. Dia tinggal sehelai sepinggang dan seorang diri. Semua ahli keluarganya meninggal dunia.
Si 'ustaz' merintih. "Ya Tuhan, aku tahu ini ujian-Mu terhadap aku. Aku mahu redha, namun ujian ini terlalu berat untukku. Mengapa aku yang Kau pilih untuk menerima ujian ini?"
Tidak lama kemudian, si kaya menziarahi si alim.
"Aku tahu kau sedang bersedih dan aku tidak akan menambahkan kesedihanmu," kata si kaya. "Aku hanya mahu menyampaikan berita gembira kepadamu."
"Bagaimana pula kau boleh menyampaikan berita gembira ketika aku sedang bersedih?" kata si 'ustaz', jengkel.
"Aku akan membinakan rumah baru untukmu. Buat sementara waktu ini, kau tinggal sahaja di salah satu rumah sewa aku secara percuma sehingga rumah barumu siap. Aku juga sudah mengarahkan pembantuku untuk membawamu menyelesaikan banyak urusan terutama berkaitan dokumen yang sudah hangus. Dia juga akan membawamu membeli semua barang keperluanmu termasuk pakaianmu. Semua belanja itu dan perbelanjaanmu yang lain, akan aku tanggung," kata si kaya.
Si 'ustaz' terkejut dan terus memeluk si kaya. Dia tidak mampu berkata apa-apa kerana terlalu sedih dan terharu.
Pada masa yang sama, seorang 'alim' yang lain datang menziarahinya. Si kaya pun meminta diri dan meninggalkan mereka berdua.
Selepas bersalaman dan menyampaikan takziah, si 'alim' berkata, "Dosa apa yang sudah kamu lakukan sehingga Tuhan membalasmu begini sekali? Bertaubatlah dan berhentilah melakukan dosa itu."
Si 'ustaz' yang sedang kesedihan tersentak dan tersentap. Serta merta dia menoleh ke arah si kaya yang sedang berjalan pulang ke rumahnya. Dia teringat semula soalan yang ditanyanya kepada si kaya itu tempoh hari.
Si 'ustaz' menangis keinsafan apabila menyedari keterlanjuran kata-katanya kepada si kaya. Dalam keterlanjuran itu pun, Allah masih memelihara aibnya dengan mengilhamkan si kaya membantunya, tanpa si 'ustaz' perlu meminta-minta.
"Ya Allah, aku mohon ampun... Ketika aku sangka yang aku sedang berdakwah, rupa-rupanya aku sedang mengadili dan 'menghukum'nya. Ketika dakwahku seharusnya membawa berita gembira kepadanya yang sedang bersedih, ternyata aku hanya menambahkan kesedihannya. Aku sudah faham sekarang. Ampunkanlah aku. Jika ini adalah balasan-Mu terhadap keterlanjuranku, aku redha. Semoga Engkau mengizinkan aku kembali bertemu keluargaku di syurga."
Keesokan hari, seorang 'ustaz' datang menziarahinya. "Mungkin ini adalah balasan atas dosa-dosa kamu. Orang berharta sering lalai dengan hartanya, tidak membayar zakat, tidak mahu bersedekah, tidak memandang mereka yang fakir, kedekut dan asyik mengejar kekayaan. Tuhan mahu membersihkan harta-harta kamu. Dosa apa yang sudah kamu lakukan sehingga Tuhan membalasmu begini sekali? Bertaubatlah dan berhentilah melakukan dosa itu."
Orang kaya yang sedang bersedih itu bertambah sedih. Dia hanya mendiamkan diri dan tidak henti beristghfar sesungguh hati.
Apa yang si 'ustaz' tidak tahu ialah si kaya itu seorang yang dermawan, cuma dia tidak menghebahkannya. Dia membantu dan membangunkan sebuah perkampungan yang para penduduknya lebih dhaif dan susah. Dia juga membinakan masjid untuk mereka. Banyak lagi kebaikan dan ibadah lain yang dilakukan oleh si kaya tanpa memberitahu sesiapa mengenai aktivitinya itu termasuk kepada pembantu dan rakan-rakannya.
Si kaya hanya memberitahu beberapa aktiviti kebajikan dan sedekah yang dilakukannya kepada penduduk kampungnya sendiri. Penduduk kampungnya pula tidak sedhaif penduduk kampung yang dibantunya. Masjid di kampungnya besar dan dibangunkan atas derma ramai orang kaya di kampungnya juga. Ya, dia menderma sedikit sahaja. Itu pun kerana mahu menjaga hubungan baik dengan penduduk kampungnya.
Selesai men-tazkirah-kan si kaya, si 'ustaz' pulang ke rumah dengan perasaan 'tenang' kerana sudah menjalankan 'tanggungjawabnya untuk berdakwah' dan 'menyampaikan'.
Beberapa hari selepas itu, perompak yang merompak rumah si kaya berjaya ditangkap. Semua harta yang dirompak berjaya ditemui semula dan dikembalikan kepada si kaya. Ahli keluarganya juga sudah semakin sihat.
Si kaya meraikan kesyukurannya dengan mengadakan jamuan besar-besaran dan menjemput semua penduduk kampung. Dia juga mengadakan jamuan di perkampungan yang dibantunya.
"Syukurlah kamu sudah insaf," kata si 'ustaz' kepada si kaya.
"Terima kasih, ustaz, kerana mengingatkan aku," kata si kaya sambil tersenyum.
"Tak apa. Sudah menjadi tugas aku untuk 'berdakwah'," jawab si 'ustaz'.
Malam itu, rumah si 'ustaz' terbakar ketika mereka sekeluarga sedang tidur. Rumahnya habis hangus menjadi abu. Dia tinggal sehelai sepinggang dan seorang diri. Semua ahli keluarganya meninggal dunia.
Si 'ustaz' merintih. "Ya Tuhan, aku tahu ini ujian-Mu terhadap aku. Aku mahu redha, namun ujian ini terlalu berat untukku. Mengapa aku yang Kau pilih untuk menerima ujian ini?"
Tidak lama kemudian, si kaya menziarahi si alim.
"Aku tahu kau sedang bersedih dan aku tidak akan menambahkan kesedihanmu," kata si kaya. "Aku hanya mahu menyampaikan berita gembira kepadamu."
"Bagaimana pula kau boleh menyampaikan berita gembira ketika aku sedang bersedih?" kata si 'ustaz', jengkel.
"Aku akan membinakan rumah baru untukmu. Buat sementara waktu ini, kau tinggal sahaja di salah satu rumah sewa aku secara percuma sehingga rumah barumu siap. Aku juga sudah mengarahkan pembantuku untuk membawamu menyelesaikan banyak urusan terutama berkaitan dokumen yang sudah hangus. Dia juga akan membawamu membeli semua barang keperluanmu termasuk pakaianmu. Semua belanja itu dan perbelanjaanmu yang lain, akan aku tanggung," kata si kaya.
Si 'ustaz' terkejut dan terus memeluk si kaya. Dia tidak mampu berkata apa-apa kerana terlalu sedih dan terharu.
Pada masa yang sama, seorang 'alim' yang lain datang menziarahinya. Si kaya pun meminta diri dan meninggalkan mereka berdua.
Selepas bersalaman dan menyampaikan takziah, si 'alim' berkata, "Dosa apa yang sudah kamu lakukan sehingga Tuhan membalasmu begini sekali? Bertaubatlah dan berhentilah melakukan dosa itu."
Si 'ustaz' yang sedang kesedihan tersentak dan tersentap. Serta merta dia menoleh ke arah si kaya yang sedang berjalan pulang ke rumahnya. Dia teringat semula soalan yang ditanyanya kepada si kaya itu tempoh hari.
Si 'ustaz' menangis keinsafan apabila menyedari keterlanjuran kata-katanya kepada si kaya. Dalam keterlanjuran itu pun, Allah masih memelihara aibnya dengan mengilhamkan si kaya membantunya, tanpa si 'ustaz' perlu meminta-minta.
"Ya Allah, aku mohon ampun... Ketika aku sangka yang aku sedang berdakwah, rupa-rupanya aku sedang mengadili dan 'menghukum'nya. Ketika dakwahku seharusnya membawa berita gembira kepadanya yang sedang bersedih, ternyata aku hanya menambahkan kesedihannya. Aku sudah faham sekarang. Ampunkanlah aku. Jika ini adalah balasan-Mu terhadap keterlanjuranku, aku redha. Semoga Engkau mengizinkan aku kembali bertemu keluargaku di syurga."
Subscribe to:
Posts (Atom)